SATU
Tidak Berbicara dengan Bahasa Manusia
Mungkin kamu tidak menyadari saat melakukan kesalahan ini. Bahasa verbal  yang kamu tangkap dari anggotamu sepertinya sudah cukup. Tetapi  benarkah kata “YA” itu berarti setuju? Atau kata “TIDAK” selalu berarti  penolakan? Bahasa manusia tidak sesederhana itu, meskipun sebenarnya  tidak rumit juga. Kamu hanya perlu memperhatikan 2 bahasa yang digunakan  manusia. Satu yang keluar dari mulut dan satunya lagi dari gesture atau bahasa tubuh mereka.
DUA
Tombol ON-OFF
Mereka mengira tugas pemimpin hanyalah  menjadi komandan bagi kelompoknya. Asalkan sudah bisa memberikan  perintah dan dipatuhi, sudah cukup. Seharusnya seorang pemimpin mampu  memposiskan dirinya, buka sekedar sebagai komandan yang bisa menyuruh, tetapi juga sebagai “ibu” yang bisa menjaga anak-anaknya dan “guru” yang mendidik anggotanya.
Ada kalanya kita perlu bertindak tegas  dalam memerintah, ada kalanya pula harus bersabar dengan menuntun orang  yang kita pimpin. Seorag pemimpin sejati seolah-olah memiliki tombol  On-Off sendiri untuk memilih fungsi yang manakah yang mestinya keluar  dalam tiap kondisi berbeda.
TIGA
Tidak Bertanggung Jawab
Sudah seharusnya pemimpin adalah  bertanggung jawab atas setiap tindakan yang dilakukan kelompoknya.  Namun, yang sering terjadi adalah melempar tanggung jawab secara  tersamar, terutama saat melakuka kesalahan. Ketika diingatkan bahwa ada  yang tidak beres, hal pertama yang dilakukan pemimpin yang  buruk bukannya bertanggung jawab membereskannya. Tetapi mencari sapa  yang bisa disalahkan, yang jelas bukan dirinya. Dengan begitu, entah  nanti masalah itu bisa dibereskan atau tidak, ia akan tetap aman dari  kesalahan.
Pemimpin yang bertanggung jawab, tidak  akan mencari siapa yang bisa di salahkan, tetapi apa akar  permasalahannya dan apa solusi bersama yang bisa diambil oleh  kelompoknya. Bagaimanapun juga, kesalahan setiap anggota, pada akhirnya  menjadi tanggung jawab pemimpin.
EMPAT
Jaga Jarak
“Urusanku dengan mereka hanya sebatas urusan organisasi ini saja.“
Dengan pemikiran tersebut, seringkali  pemimpin tidak mau tahu bagaimana keadaan anggotanya di luar organisasi.  Atau bisa juga karena khawatir mengganggu privasi anggotanya.
Seorang pemimpin sejati seharusnya  memiliki kepedulian yang lebih terhadap anggotanya. Dalam organisasi,  kita berhadapan dengan manusia, bukan mesin. Setiap permasalahan pribadi  yang sedang dialami, pasti berpengaruh dalam aktifitas di organisasi.  Pemimpin tidak bisa begitu saja dengan menyatakan, “Jangan membawa urusan pribadi ke sini.” Pernyataan ini ada benarnya, tetapi bukan berarti habis manis, sepah di buang. Saat  kamu sedang tak ada masalah, mari kita bekerja bersama. tetapi jika  kamu punya masalah, silahkan selesaikan urusanmu sendiri.
Hal itulah yang banyak terjadi di  Pramuka. Saat sehat, tenaganya dipakai berhari-hari, tapi begitu sakit,  orang tua kita lah yang kerepotan. Maka muncullah tanggapan negatif  terhadap Pramuka. Jika kamu ingin menjadi pemimpin sejati, berusahalah  memahami kondiri pribadi tiap anggotamu. ketahui  permasalahan-permasalahan pribadi mereka. Pertimbangkan solusi apa yang  bisa kamu sumbagkan dan jaga agar tidak membuatnya merasa diusik  privasinya. Sehingga setiap anggota merasa punya manfaat lebih ketika  aktif di organisasi. Dari snilah loyalitas akan terpupuk.
LIMA
Mengutamakan Penampilan
Hal ini memang penting, tetapi jangan  sampai mengalahkan kualitas hasil yang sebenarnya. Dengan memodifikasi  kemasan, asalkan sudah berjalan,bisa saja kegiatan selalu terlihat  sukses. Tanpa memperhatikan apa tujuan atau target kegiatan yang kita  jalankan. Permimpin yang buruk seringkali malas atau takut menuliskan  dengan jelas apa target kuantitatif dan kualitatif dari kegiatan yang  dijalankannya.
Lain halnya dengan pemimpin yang baik.  Setiap kegiatan yangn ia rencanakan selalu disertai tolok ukur  keberhasilan kegiatan. Sehingga pada akhir kegiatan, ia bisa mengukur  apakah kegiatan yang telah dijalankannya sukses atau gagal.



No comments:
Post a Comment